Sabtu, 24 Maret 2012

Bunga Rampai Kesesatan Ajaran Syi'ah (1)

Untuk mendalami suatu aliran seperti Syi'ah perlu bacaan banyak, terutama ilmu kalam dan sejarah perkembangannya, belum lagi bacaan Islamologi lainnya.

Hujjatul Islam Imam AI-Ghazali (450-505 H/1058-1111 M) dengan tegas menyinggung hal di atas bahwa, "Untuk mengetahui kesesatan suatu aliran, sebelum lebih dahulu mengetahui tentang hakekat aliran tersebut, maka hal tersebut adalah tidak mungkin (muhal), bahkan hal yang demikian itu termasuk sikap yang ngawur dan sesat."


Di sini pentingnya ummat Islam Indonesia memiliki ulama-ulama yang benar-benar mendalami studi "Aliran dan Aqidah Islam" (Dirasat AI-Firaq wa Al-'Aqidah Al-Islamiyah). Karena sedikit atau tidak adanya ulama atau narasumber tentang itu, maka dapat difahami mengapa para ulama menjauhi masalah Syi'ah. Sementara mereka yang ramai membicarakannya justru anak-anak dan golongan intelektual yang terbatas ilmu agamanya. Mereka banyak membaca buku-buku tentang Syi'ah (terjemahan bahasa Indonesia) yang dijual di toko buku Wali Songo, dll. Ini sangat berbahaya.

Sebagai bukti apa yang terjadi di Surabaya pada waktu yang lalu tentang masalah Mut'ah dan pendapat sementara pemikir-pemikir muda yang membolehkannya, mereka tidak dapat membedakan antara Revolusi Iran (1979) dan Aqidah Syi'ah yang oleh faham Ahlus Sunnah wal Jamaah digolongkan kedalam faham-faham yang sesat. Faham Syi'ah bukan lahir pada tahun 1979 bersama-sama lahirnya Revolusi Syi'ah di Iran. Syi'ah mempunyai sejarah yang sangat panjang menurut Ahlus Sunnah.

Alhamdulillah, saya pernah tinggal di negara-negara yang mayoritas penduduknya penganut aliran Syi'ah. Saya belajar kepada ulama-ulama Syi'ah, tinggal bersama masyarakat Syi'ah, bergaul dengan mereka. Delapan belas tahun saya tinggal dengan mereka, tetapi Alhamdulillah saya tidak lantas menjadi penganut Syi'ah.

Saya sangat menyayangkan sejumlah mahasiswa Islam dan intelektual Muslim yang mendukung ajaran Syi'ah, bahkan menganutnya sehingga menyatakan di depan umum: "Saya adalah seorang Syi'ie." Na'udzu billahi min dzalik. Mereka mengenakan seragam hitam Syi'ah, berdzikir Syi'ah, ibadah shalat cara Syi'ah dll. Mereka memeluk Syi'ah setelah membaca atau mendengarkan ceramah dari tokoh Syi'ah Indonesia hanya beberapa hari atau bulan saja. lnilah yang terjadi di negeri kita yang penduduknya menganut faham Ahlus Sunnah wal Jamaah, baik aqidah syariah maupun tasawuf/tareqatnya.

Menjadi kewajiban kita bersama, para ulama, pimpinan organisasi, pondok-pondok pesantren dengan bekerja sama secara terpadu dengan pihak yang berwajib. Aliran ini sangat membahayakan persatuan ummat karena inti ajarannya bukan keimanan dan ketaqwaan tetapi politik dan revolusi.

Perbedaan yang mendasar antara Syi'ah dan Ahlus Sunnah adalah masalah kepala negara. Menurut Syi'ah, Imam Ali dan keturunannya yang berhak sebagai kepala negara pengganti Nabi saw, maka mereka yang menentang aliran Syi'ah hukumnya bukan mukmin.

Ketika membicarakan "Al-Imamah''sebagai rukun iman yang ke-tiga dalam Syi'ah, Muhammad Husein Ali Kasyiful Ghitha' dalam bukunya "Ahlus Syi'ah wa Ushuu-luha", terbitan Darul Qur'an Al-Karim. Qumm, mengatakan, "Iman kepada Imamah (kepemimpinan Ali dan sebelas anak keturunan-nya) merupakan dasar utama Syi'ah Imamiyah dan dasar inilah yang membedakan Syi'ah dari semua faham Islam yang lain, khususnya Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Al-Imamah Sumber Doktrin Faham Syi'ah


   1. Syi'ah Imamiyah Itsnaa 'Asyariyah lebih tepat disebut Aliran Politik dari pada Aliran 'Aqidah (Tauhiddan Syariah) Ini dapat dilihat dari definisi para Ulama Syi'ah sendiri tentang faham ini. Sebutan Syi'ah Imamiyah Itsnaa 'Asyariyah memperkuat makna Syi'ah sebagai faham politik seperti masalah siapa yang berhak menjadi kepala negara sesudah Nabi saw wafat, bagaimana bentuk negara Islam, apa UUD Islam, dsb.

      Pengaruh Imamah (Ali dan anak keturunannya) lebih menonjol dalam kegiatan dan moralitas Syi'ah, sehingga mewarnai semua ajarannya seperti Aqidah, Syariah dan Tasawuf. Imamah menjadi sumber penafsiran Al-Qur'an, pembuatan dan penjelasan hadits dan sumber kekuasaan setelah Allah SWT dan Rasulullah saw.

   2. Imamah dan Ayat-Ayat Suci Al-Qur'an

      Hampir semua kalimat wilayah dalam AI-Qur'an (wali maupun wilayah dan isytiqaq lainnya dikaitkan dengan imam Ali dan putranya. Contoh ayat (55-56) surat Al-Maidah sebagai berikut, Artinya:
      "Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. yang mendirikan shalat dah membayarkan zakat dan mereka tunduk kepada Allah SWT. Dan barang siapa yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang."

      Ahli tafsir Syi'ah, Muhammad Husein Ath-Thabathaba'i dalam kitab tafsirnya yang banyak beredar di Indonesia, Al-Mizan, mengatakan bahwa yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah Imam Ali dan anak keturunannya (Al-Aimmah/Para Imam).

      Demikian juga kalimat tawalfa yang terdapat dalam ayat 56, diartikan: wilayah Allah, Rasul saw dan wilayah Imam Ali dan anak keturunannya. Semula Ath-Thabathaba'i berusaha menafsirkan dua ayat di atas secara obyektif berdasarkan bahasa, tetapi sulit sampai kepada tujuan yang diinginkan, yaitu wilayah lmam Ali.

      Akhimya, penulis tafsir AI-Mizan itu harus kembali kepada Nara Sumber Syi'ah seperti Al-Kaafi (AI-Kulaini). Buku inilah, Al-Mizan, dengan mudah mengartikan kalimat wilayah dalam Surat Al-Maaidah ayat 55-56 dan sejumlah ayat lainnya dengan wilayah (kepemimpinan) lmam Ali bin Abi Thalib dan keturunannya.

      Selain kata al-wilayah yang dihubungkan kepada kedudukan lmam Ali adalah kata al-'amanat. Dalam buku Al-Hukumat Al-Islamiyah, Al-Khomeini, hlm. 81 disebutkan, Artinya :
      "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kamu agar menyerahkan amanat kepada ahlinya."

      (Syi'ah memahaminya dengan: Maka Allah memerintahkan Rasul saw untuk mengembalikan amanat, yaitu al-imamah kepada ahlinya yang berhak menerimanya dan dia itu adalah Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib dan atas dasar itulah Nabi hendaknya menyerahkan kepemimpinan kepada pihak yang sesudahnya dan seterusnya).

      Pada dua contoh di atas tentang pengaruh doktrin al-imamah dalam menafsirkan, jelas sekali permainan politik ulama Syi'ah dan rekayasa mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an menurnt hawa nafsunya. Mereka sangat berani memainkan agama seperti menafsirkan Al-Qur'an dengan apa yang disebut Tafsir Bathini, padahal Nabi Muhammad saw mengancam cara-cara di atas dengan azab neraka.

   3. Imamah dan Hadits Nabi saw

      Syi'ah tidak menerima hadits Nabi saw, kecuali dari salah seorang imam mereka seperti Imam Ali, Hasan, Husein dan seterusnya (dua belas Imam). Kalau kita baca Al-Kaafi, kitab hadits Syi'ah Imamiyah Itsnaa 'Asyariyah seperti shahih Al-Bukhari untuk Ahlus Sunnah, kita selalu menjumpai imam-imam tersebut sebagai contoh:

         1. Hadits Syi'ah yang memurtadkan para sahabat, Artinya:
            "Dari Hinnan, dari bapaknya, dari Abi Ja'far berkata: "Semua manusia telah murtad sesudah Nabi saw wafat, kecuali tiga orang. Mereka itu adalah Miqdad, Salman, dan Abu Dzar." (Al-Kaafi: 202)

         2. Pengkafiran terhadap Khulafa'ur Rasyidin kecuali Ali, Artinya: Dan Abi Abdillah berkenaan dengan firman Allah ta'ala, "Sesungguhnya orang-orang yang kafir sesudah mereka beriman kemudian bertambah kekafiran mereka, sekali-kali taubat mereka tidak akan diterima dan mereka adalah orang-orang yang zhalim."(QS 3: 90)

            Artinya: Dari Abi Abdillah berkenaan dengan firman Allah ta'ala, "Sesungguhnya orang-orang beriman kemudian kafir, kemudian beriman, lantas kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka dan tidak pula memberi petunjuk kepada mereka jalan yang lunis." (QS 4: 137)

            Artinya: Abu Abdillah berkata, "Ayat-ayat diatas turun berkaitan dengan orang-orang tertentu (Al-Kaafi merahasiakannya, yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman bin Affan). Mereka pertama kali beriman dengan membai'at Amirul Mukminin (Imam Ali), (namun) kemudian kafir mengingkarinya setelah Rasulullah wafat. Ketika itu mereka tidak lagi berbai'at, kemudian mereka bertambah kufur..." (Al-Kaafi 1/488).

            Artinya: Dan dalam tafsir Al-Kaafi, riwayat dari Abu Abdillah tentang firman Allah SWT, "Sesungguhnya orang-orang, yang kembali kebelakang (menjadi kafir lagi) sesudah mereka mendapatkan petunjuk." (QS 47: 25)

            Abu Abdillah (Imam Husein) berkata: "Ayat di atas turun untuk orang ini, orang ini, dan orang ini (Al-Kaafi sengaja merahasiakan nama-nama mereka yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman). Mereka telah murtad tidak beriman kepada kewilayahan Imam Ali (Amirul Mukminin)."

            Masih banyak lagi hadits-hadits Syi'ah yang memurtadkan dan mengkafirkan para sahabat, khususnya Khulafa'ur Rasyidin. Ini sangat bertentangan dengan firman Allah yang memuji mereka yaitu para sahabat baik Muhajirin maupun Anshar. (QS 59: 8-10)

            Dan bahkan Rasulullah pun memerintahkan kepada ummatnya agar berpegang teguh kepada Sunnah beliau dan Sunnah Khulafa'ur Rasyidin Al-Mahdiyyin (para Sahabat besar). Rasulullah saw mengecam melaknat orang yang mencaci para sahabat, apalagi mengkafirkan dan memurtadkan mereka.
            Nabi bersabda, "Apabila engkau melihat orang mencaci sahabat-sahabtku, maka katakan kepada mereka: Tidak, Allah melaknati kejahatan kalian."

         3. Pengaruh Hadits Syi'ah di Kalangan Kampus

            Pandangan negatif Syi'ah terhadap para sahahat menjalar ke Indonesia terutama di kalangan mahasiswa dan sejumlah dosen, bahkan ada juga pemimpin pondok pesantren dan muballigh yang terkena virusnya. Penganut dan simpatisan Indonesia itu ikut-ikutan mengkritik Abu Hurairah, Siti 'Aisyah, Utsman bin Affan dan beberapa lainnya. Di antara ahli hadits yang dikritiknya adalah lmam Al-Bukhari yang telah disepakati Ahlus Sunnah wal Jamaah sebagai ulama hadits terbesar sampai sekarang. Kemarahan mereka kepada lmam Bukhari karena di dalam Shahih Bukhari tidak banyak dicantumkan hadits-hadits lmam Ali, tidak seperti pencantuman hadits Abu Hurairah dan Siti 'Aisyah. Kritikus hadits sempalan itu bukan hanya tidak hafal hadits, tetapi juga tidak mendalami ilmu hadits. Mereka membaca masalah-masalah hadits kebanyakan dari musuh-musuh Islam, seperti orientalis Barat maupun Timur.

         4. Pengaruh lmamah dalam Rumusan Ushulul Fiqh

            Pengaruh doktrin Imamah dalam rumusan Ushulul Fiqh sangat jelas terutama pada sumber pertama (AI-Qur'an) dan kedua (AI-Hadils). Ulama Syi'ah tidak mempunyai kebebasan untuk menafsiri nash-nash dari dua sumber tersebut. Mereka harus melalui riwayat-riwayat tentang makna ayat atau hadits dari para imam (Lihat pengaruh Imamah dalam penafsiran Al-Qur'an dan A1Hadits diatas).

         5. Pengaruh Imamah dalam Rumusan Ushuluddin (Arkanul lman).

            Imamah (kepala negara dan pemerintahan) dimasukkan dalam bagian keimanan yang harus diyakini kebenaranya. Imamah menurut Syi'ah hanya diberikan Allah kepada Imam 'Ali dan anak keturunannya.


Bersambung ...

Sumber: Diadaptasi dari Mengapa Kita Menolak Syi'ah: Kumpulan Makalah Seminar Nasional tentang Syi'ah, Irfan Zidny, M.A. oleh LPPI

1 komentar:

  1. Cahaya hidayah telah berada di dpan matamu, hatimu pun tlah mengetahui kebenaran itu, tp bukannya kau membenarkan dan meyakini malah kau mendustainya?

    Bukannya kau menjadi muslim yang slamat malah kau memilih jadi nasibi padahal kebenaran sudah di dpan mata mu

    Slamat berkutat dalam kontradiktif dan taklid buta dari para sahabat yg anda sucikan dan para ulama yang bukan makaum hai kau nasibi

    BalasHapus